Ketua DPD DI Yogyakarta, Pembangunan JJLS Kelok 18 Dituding Tak Perhatikan Dampak Lingkungan

Taligama.com – Gunungkidul – Pembangunan Jalan Jalur Lintas Selatan (JJLS) di kawasan Kelok 18, Gunungkidul, mendapat sorotan tajam dari berbagai kalangan, terutama aktivis lingkungan. Proyek infrastruktur yang diharapkan dapat meningkatkan aksesibilitas dan perekonomian daerah ini, dituding tidak memperhatikan dampak lingkungan yang ditimbulkan, termasuk kerusakan ekosistem dan potensi bencana alam.

Menurut laporan dari sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat LSM Triga Nusantara Indonesia pemerhati lingkungan, pembangunan JJLS di kawasan Kelok 18 dilakukan tanpa kajian lingkungan yang memadai. Hal ini dikhawatirkan dapat mengancam keberlanjutan ekosistem, termasuk hutan lindung dan daerah tangkapan air yang vital bagi masyarakat sekitar.

“Kami melihat adanya ketidakpatuhan terhadap prosedur Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) yang seharusnya menjadi dasar dalam setiap proyek pembangunan skala besar seperti ini,” ujar seorang aktivis lingkungan setempat. “Pembangunan JJLS di Kelok 18 berisiko merusak habitat satwa liar, mengganggu aliran sungai, dan memicu longsor di daerah perbukitan yang sensitif.” Menurut Ketua DPD DI Yogyakarta Yusuf Christian CH.SH yang biasa di sapa Cak Yus.

Selain itu, masyarakat setempat juga mengeluhkan kurangnya partisipasi publik dalam proses perencanaan pembangunan ini. Banyak warga yang merasa tidak dilibatkan dalam pengambilan keputusan, padahal mereka akan menjadi pihak yang paling terdampak oleh proyek tersebut.

“Kami tidak menolak pembangunan, namun kami berharap proyek ini dilakukan dengan memperhatikan kelestarian lingkungan dan melibatkan masyarakat dalam setiap tahapannya. Kami ingin pembangunan yang berkelanjutan, bukan hanya sekadar mengejar target infrastruktur tanpa mempertimbangkan dampaknya,” ujarnya Cak Yus lagi.

Dampak lingkungan yang dikhawatirkan meliputi deforestasi, erosi tanah, serta perubahan aliran air yang bisa berdampak pada pertanian dan sumber air bersih bagi penduduk setempat. Aktivis lingkungan juga memperingatkan bahwa tanpa langkah-langkah mitigasi yang tepat, kawasan Kelok 18 bisa menjadi rentan terhadap bencana alam seperti banjir dan longsor.

Kasus ini menyoroti pentingnya keseimbangan antara pembangunan infrastruktur dan pelestarian lingkungan. Jika tidak ditangani dengan bijak, pembangunan yang mengabaikan dampak lingkungan bisa berujung pada kerugian jangka panjang bagi masyarakat dan alam sekitarnya.

(TIM)