PATI, TALIGAMA NEWS – Ragito anggota Komite SDN 01 Muktiharjo Kecamatan Margorejo Kabupten Pati pertanyakan iuran Kantin yang berada di lingkungan sekolah yang dinilai tidak tranparan. Pasalnya, dirinya sebagai anggota komite sekolah tersebut tidak pernah diajak rapat maupun musyawarah.
Peran komite sekolah adalah sebagai lembaga pemberi pertimbangan(advisory agency) dalam penentuan dan pelaksanaan kebijakan pendidikan di kesatuan pendidikan. Sebagai lembaga pendukung (supporting agency), baik yang berwujud finansial, pemikiran, maupun tenaga dalam penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan.
Dalam rangka transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan dan keluaran pendidikan di satuan pendidikan serta mediator antara pemerintah dengan masyarakat di satuan pendidikan sesuai dengan Kepmendiknas nomor: 044/U/2002. Komite Sekolah diatur dengan Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah.
Salah satu fungsi komite sekolah adalah melakukan kontrol sosial dan transparansi anggaran serta akuntabilitas penggunaan anggaran. Komite sekolah perlu dilibatkan dalam proses pembangunan dan penyusunan RAPBS.
Peran komite sekolah adalah sebagai pemberi pertimbangan dan masukan dalam penentuan dan pelaksanaan kebijakan pendidikan. Juga sebagai pendukung, baik yang berwujud finansial, pemikiran maupun tenaga, dalam upaya memajukan sekolah secara bersama-sama. Keberhasilan pendidikan bukan cuma memerlukan peran guru, masyarakat (publik) yang diwakili komite sekolah, juga perlu dilibatkan.
Agar bisa menjalankan perannya, komite sekolah memiliki fungsi mendorong tumbuhnya perhatian dan komitmen masyarakat terhadap penyelenggaraan pendidikan yang bermutu. Secara kelembagaan, komite sekolah langsung dapat diawasi oleh masyarakat. Posisi kepala sekolah bukan sebagai pembina, tetapi sejajar dengan komite sekolah dan bermitra dalam tata kerja di sekolah.
Oleh karena itu, keberadaan komite harus benar-benar diberdayakan di setiap sekolah. Jika organisasi komite sudah berjalan optimal sesuai fungsi dan perannya, ia akan benar-benar memberikan manfaat yang besar terhadap sekolah.
Namun berbeda dengan yang dijelaskan oleh Ragito (60) anggota Komite SD N Muktisari 01 Kecamatan Margoreja Kabupaten Pati sebagai anggota komite tidak pernah diajak musyawarah persoalan iuran para pedagang yang ada di lingkungan sekolah tersebut..
Bahkan setiap lapak pedagang dipungut iuran 1.500.000 untuk tiga tahun, 4.000 untuk kebersihan setiap harinya, dan 100.000 setiap bulannya, dirinya mengaku tidak dilibatkan, ungkapnya saat dikonfirmasi di rumahnya. Minggu (1/10).
Ragito menambahkan, persoalan dana dari lapak pedagang, saat ini aliran dananya kemana, saya tidak tahu, imbuhnya.
Menanggapi hal itu, Kepala Sekolah SDN 01 Muktiharjo Sukardi, S.Pd, saat dikonfirmasi di ruang kerjanya, Sabtu pagi (1/10), pihaknya membantah jika pengelolaan keuangan iuran dari para pedagang di lìngkungan sekolahnya tidak transparan.
“Dalam pengelolaan keuangan tersebut, kami memiliki dasar karena saya berpuluh-puluh tahun menjadi pengajar di sekolah. Sedangkan, untuk iuran dari para pedagang yang ada di kantin sekolah saya sepeserpun tidak mengambilnya. Uang tersebut untuk membeli meja dan kursi para pedagang, jadi uang tersebut saya kembalikan pada para pedagang, katanya pada media ini, Sabtu (1/10).
Kalau minta kesaksian biar saya panggilkan para pedagang dan silahkan ditanya sendiri, ungkapnya.
Bahwa kepala sekolah memiliki tanggung jawab sebagai pemimpin di bidang pengajaran, pengembangan kuri kulum, administrasi kesiswaan, administrasi pesonalia staf, hubungan masyarakat, administrasi school plant dan perlengkapan serta organisasi sekolah. Jadi bukan masuk pada pengelolaan kantin yang ada di lingkungan pendidikan.
Namun, untuk mengkategorikan suatu pungutan sah menurut hukum, maka pungutan adalah biaya atas jumlah dan jenis mana yang telah ditetapkan oleh Pemerintah termasuk Pemerintah Daerah atau Penjabat yang berwenang dalam suatu aturan/keputusan yang menurut peraturan-perundangan diperbolehkan untuk mengeluarkan aturan/keputusan tersebut.
Dalam hal suatu pungutan tidak disertakan dengan penetapan dari penjabat yang berwenang tersebut maka setiap biaya dan/atau pungutan yang dikenakan tersebut merupakan pungutan tidak resmi dan dikategorikan sebagai pungutan liar (Pungli).
Ketentuan yang mewajibkan adanya suatu dasar hukum dalam suatu pungutan terdapat dalam Pasal 23 A Undang-Undang Dasar 1945.
Merujuk pada ketentuan tersebut di atas, dapat diketahui bahwa suatu pungutan yang diperbolehkan menurut hukum di Indonesia adalah suatu pungutan yang menurut peraturan perundangan-undangan diperbolehkan untuk dikenakan/dipungut, sebagai contoh antara lain: Pajak (termasuk Pajak Daerah), retribusi (termasuk Retibrusi Daerah), Sumbangan, yaitu: SWDKLLJ (Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan) dan SWPJ (Sumbangan Wajib Perbaikan Jalan), Cukai, Bea Materai, Bea Ekspor dan Bea Impor, dan sebagainya.
Selanjutnya, mengenai pungutan yang dikenakan kepada pedagang oleh pihak sekolah dapat kami paparkan sebagai berikut:
Merujuk pada Pasal 1 angka 1 Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Nomor 44 Tahun 2012 tentang Pungutan dan Sumbangan Biaya Pendidikan Pada Satuan Pendidikan Dasar (“Permen Dikbud 44/2012”), sekolah termasuk dalam Satuan Pendidikan Dasar.
Akan tetapi, berkenaan dengan memungut biaya dari pihak lain, Pasal 1 angka 2 Permen Dikbud 44/2012.
Selanjutnya, dalam Pasal 11 Permen Dikbud 44/2012 menjelaskan bahwa syarat-syarat suatu pungutan pada satuan pendidikan dasar adalah pungutan tidak boleh.
Untuk diketahui, suatu pungutan terhadap pedagang kaki lima merupakan ranah atau kewenangan dari Pemerintah Daerah yang dapat mengenakannya. Hal mana dalam setiap pengaturan pungutan tersebut (atau biasa yang disebut dengan Retribusi) akan diatur dengan suatu peraturan atau biasa disebut dengan Peraturan Daerah (“Perda”).
Ketentuan tersebut berlaku sepanjang tempat usaha yang digunakan oleh pedagang tersebut disediakan oleh Pemerintah Daerah dan juga telah mendapatkan izin dari Pemerintah Daerah dimaksud.
(Rgt/Taligama).