Adanya Koperasi Sekolah di SMPN 3 NGULING, Diduga Menjadi Ajang Bisnis Oleh Oknum Kepala Sekolah dan Komite

Berita, Jawa Timur594 Dilihat

 

PASURUAN, TALIGAMA.COM, – Oknum Kepala Sekolah beserta komite dan dibantu beberapa guru SMPN 3 Nguling diduga menjadikan koperasi sekolah sebagai wadah untuk membuat tempat berbisnis, mereka sengaja menjual seragam sekolah dengan harga yang fantastis, yakni mencapai 290 hingga 360 per seragam. Hal ini menjadikan kesulitan bagi sebagian wali murid.

Mereka (wali murid) mengaku harga seragam tersebut cukup mahal bagi mereka yang kondisi ekonominya tergolong kurang mampu. Dalam penyampaian salah satu wali murid kepada media, nilai uang tersebut sudah termasuk pembayaran daftar ulang anaknya yang hendak naik kelas. Ia juga menyebutkan kalau seragam tersebut harus si belinya ke koperasi sekolah.

“Anak saya sekolah di SMPN 3 Nguling mas dan di haruskan beli seragam lagi di sekolah dengan harga 290 kalau murid perempuan, dan 360 untuk murid laki laki, itu sudah termasuk uang daftar ulang, sebelumnya kita dulu di undang oleh sekolah rapat katanya, bahas harus beli seragam baru di sekolahan tidak boleh beli diluar karena seragam itu katanya ada logonya, kalau laki laki itu dapat songkoknya juga dan yang perempuan sudah termasuk hijabnya juga.” Ujar Wali murid yang enggan disebutkan namanya.

Disekolahan anak saya katanya juga membayar uang sebesar 25.000 setiap bulannya untuk biaya rekreasi. Pembayaran itu berlaku semenjak kelas 7 lalu sampai kelas 9 nanti.” Tambahnya.

Hal ini menunjukkan lemahnya pengawasan di dunia pendidikan di wilayah kabupaten pasuruan.

Terlihat lembaga pendidikan SMPN 3 NGULING, dalam dugaan itu, menjadikan yang semula sebagai tempat mencari ilmu kini terkesan menjadi tempat ajang bisnis untuk para oknum sekelompok guru dan komite.

Selayaknya toko, pasar, ataupun lapak mereka dirikan sebuah koperasi yang didalamnya bukan hanya menjual alat alat tulis, namun juga mereka menjual seragam sekolah yang diduga dijual dengan harga di atas rata rata harga pasaran dengan dasar semata untuk menjalankan bisnis didalam sekolah untuk meraup sebuah keuntungan pribadi.

Adanya hal ini, tim media mencoba mengkonfirmasi kebenerannya kepada kepala sekolah “Wasis”, dalam penyampaian Wasis membenarkan adanya penjualan seragam didalam koperasi sekolah yang ia pimpin itu.

Wasis juga menegaskan, bila mana pihaknya melalui komite telah menyampaikan kepada wali murid melalui rapat yang mereka adakan beberapa waktu lalu.

” Kita memang menjual seragam sekolah di koperasi yang ada di dalam sekolah, dengan tujuan membantu wali murid untuk mendapatkan seragam sekolah dan kita juga tidak memaksa mereka beli ke koperasi sekolah kita, itu sudah di sampaikan oleh komite saat rapat dengan wali murid.” Ujar Wasis Kepala Sekolah SMPN 3 nguling

Selain itu ia mengatakan, ” Masak SMPN tidak punya seragam, anak TK aja punya seragam kok masak kalah sama anak TK.” Kata Wasis Kepala Sekolah SMPN 3 NGULING, sambil tersenyum, Jum’at 02/8/2024

Wasis juga menyebutkan,” bukan hanya peserta murid baru yang harus punya seragam, hal ini juga berlaku kepada murid lain yang hendak naik ke kelas baru,” katanya

Saat awak media menyinggung mahalnya harga seragam sekolah yang di jual oleh koperasi sekolah dibandingkan di pasaran, Wasis kepala sekolah SMPN 3 NGULING marah mendengar hal itu, “wajar kalau kita mencarii untung, mana ada orang jualan nyari rugi lucu sampean ini.” Olok wasis kepada awak media

“Begini mas, saya sudah menyampaikan kepada semua wali murid kalau pintu ruangan saya selalu terbuka buat mereka dan siapapun yang mau bertamu termasuk kepada media, dan selama ini mereka yang bertamu rata rata baik, hanya kali ini saya mendapatkan tamu yang menurut hati kecil saya tidak baik. Kenapa saya bilang tidak baik, karena sampean terlalu ikut campur urusan di sekolah kami.” Cetus Wasis kepada media dengan nada tinggi.

Hal ini mencatatkan ketidak pantasan perkataan yang dilontarkan oleh seorang kepala sekolah yang berpendidikan seolah ucapan seorang preman.

Pada dasarnya, sekolah dilarang menjual seragam sekolah kepada peserta didik. Namun demikian, pihak sekolah dapat membantu pengadaan pakaian seragam sekolah dan pakaian adat peserta didik, dengan memprioritaskan peserta didik yang kurang mampu secara ekonomi.

Koperasi sekolah diperbolehkan menjual seragam, asalkan harganya tidak boleh lebih tinggi dari harga pasaran. Namun hal itu dibantah oleh kepala sekolah, karena menurutnya itu wajar bila koperasi mencari keuntungan, “menurut saya itu wajar ya, jika koperasi mencari untung namanya jualan ya cari untung,” kata Wasis kepala sekolah SMPN 3 NGULING saat di konfirmasi.

Selain itu, seragam sekolah yang dijual di koperasi sekolah kualitasnya harus baik.
Namun, hal itu tidak berlaku di koperasi sekolah SMPN 3 NGULING. Seperti nampak halnya untuk berbisnis yang memang sudah di jalani dan seperti halnya di rancang oleh sebagian guru, kepala sekolah beserta komite.

Dalam penyampaian kepala sekolah SMPN 3 Nguling juga menyebutkan jika dirinya sudah menyerahkan itu kepada komite karena dalam rapat dengan wali murid dirinya tidak bisa berbicara bahasa madura sedangkan wali murid hampir keseluruhan bahasa madura.

“Kami menyerahkan ini ke komite karena saya kan orang jawa tidak ngerti karakter mereka, sedangkan komite asli orang sini jadi beliau paham, apalagi beliau juga menjadi moden/perangkat desa aktif disini
“, kata Wasis

Adapun komite sekolah diatur dengan Permendikbud Nomor 75 tahun 2016 tentang komite sekolah. Untuk menjadi komite sekolah itu sendiri maka harus memenuhi sejumlah syarat yang terkandung dalam aturan tersebut.

Disebutkan dalam aturan Permendikbud Nomor 75 tahun 2016 yang mana syarat Menjadi Anggota Komite Sekolah sesuai dengan pasal 4 ayat 1, anggota Komite Sekolah terdiri atas unsur:

Orang tua/wali dari siswa yang masih aktif pada Sekolah yang bersangkutan paling banyak 50% (lima puluh persen).
Tokoh masyarakat paling banyak 30% (tiga puluh persen), antara lain.
Memiliki pekerjaan dan perilaku hidup yang dapat menjadi panutan bagi masyarakat setempat, dan/atau
Anggota/pengurus organisasi atau kelompok masyarakat peduli pendidikan namun tidak termasuk anggota/pengurus organisasi profesi pendidik dan pengurus partai politik.
Pakar pendidikan paling banyak 30% (tiga puluh persen), antara lain:
Pensiunan tenaga pendidik; dan/atau
Orang yang memiliki pengalaman di bidang pendidikan.
Pasal 4 ayat 3 juga menyebutkan yang dilarang menjadi anggota Komite Sekolah yakni orang yang berasal dari unsur,

 

-Pendidik dan tenaga kependidikan dari Sekolah yang bersangkutan,
-Penyelenggara Sekolah yang bersangkutan,
-Pemerintah desa;
-Forum koordinasi pimpinan kecamatan;
-Forum koordinasi pimpinan daerah;
-Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah; dan/atau
-Pejabat pemerintah/pemerintah daerah yang membidangi pendidikan.(Yz/ndr)