KALIMANTAN TENGAH, TALIGAMA NEWS.COM – Direktorat Pembinaan Peran Serta Masyarakat KPK RI Friesmount Wongso membeberkan jika ada 41 kasus korupsi di desa yang ada di Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng).
Berdasarkan data dari Badan Reserse Kriminal Polri (Direktorat Tindak Pidana Korupsi) yang disampaikan Friesmount saat melakukan audiensi dengan Pemkab Kotim di Kantor Bappelitbangda Kotim, Jumat (3/3), untuk data korupsi di desa tahun 2015 sampai 2022 per wilayah tercatat kasus korupsi di desa di wilayah Kalteng ada sebanyak 41 kasus.
“Jawa Timur dan Jawa Tengah paling tinggi sama-sama 76 kasus. Namun untuk Kalteng juga nilainya (jumlah kasus) cukup tinggi karena ada 41 kasus, disusul Kalimantan Selatan 43 kasus,” ujarnya.
Tim KPK RI sendiri datang ke Kotim dalam rangka melakukan observasi untuk calon desa anti korupsi. Kedua desa tersebut yakni Desa Mekar Jaya di Kecamatan Parenggean dan Desa Bagendang Hilir, Kecamatan Mentaya Hilir Utara.
Kemudian berdasarkan data korupsi di desa tahun 2015 sampai 2022 berdasarkan pelaku, rata-rata didominasi oleh kepala desa disusul bendahara desa dan sekretaris. Diinformasikannya, rata-rata kasus korupsi yang terjadi di desa didominasi terkait pengelolaan dana desa.
Kemudian berdasarkan data korupsi di desa tahun 2015 sampai 2022 berdasarkan pelaku, rata-rata didominasi oleh kepala desa disusul bendahara desa dan sekretaris. Diinformasikannya, rata-rata kasus korupsi yang terjadi di desa didominasi terkait pengelolaan dana desa.
Dirinya juga tidak mengetahui secara pasti apa yang menjadi penyebab tingginya kasus terjadi. Apakah dikarenakan aparaturnya yang tidak bisa mengelola dana desa atau dikarenakan “kaget” mengelola dana dengan besaran yang cukup tinggi.
“Ini yang kita khawatirkan. Bisa jadi karena kaget biasanya mengelola dana yang puluhan ini naik jadi ratusan, bahkan sampai miliaran,” ucapnya.
Bahkan, menurutnya, ada juga kasus korupsi dana desa yang diakibatkan oleh kepala desa yang ditunjuk dari mantan preman desa. Kemudian ketika terpilih, akhirnya tidak bisa membuat administrasi karena kondisi sumber daya manusia yang kurang mumpuni.
Selain itu, dirinya juga menyampaikan jika modus korupsi dana desa bervariasi, di antaranya penggelembungan anggaran, kegiatan proyek fiktif, laporan fiktif, penggelapan dan penyalahgunaan anggaran.
“Untuk itu kami berharap semua informasi desa dapat ditampilkan di website desa, karena ini sebagai sebagi wujud transparansi. Supaya masyarakat tahu, kades juga kalau didatangi Wartawan, LSM, polisi, jaksa juga enak koordinasi yang diminta semua ada website. Tidak ada rahasia dan tidak ada yang ditutupi,” terangnya. (Noval)